Mengenal Perfeksionis
Perfeksionis
salah satu bentuk obsesi akan kesempurnaan pada penampilan, pekerjaan dan
prestasi. Kadang, kita berpandangan bahwa setiap dari kita dapat mencapai apa
pun yang kita inginkan jika kita hanya berusaha cukup keras dan maksimal.
Namun, bagi perfeksionis apapun
yang diinginkan harus berhasil seperti keinginannya dan meletakkan kesempurnaan
pada tiap yang diinginkannya.
Orang-orang yang bersifat perfeksionis biasanya memiliki standar yang tinggi
pada tujuan yang ingin dicapainya. mereka pantang menyerah, tidak asal-asalan, tidak
diam diri saat melihat kekurangan, memiliki kewaspadaan yang over dan selalu total dalam mengerjakan
sesuatu. Perfeksionis selalu menginginkan “semua” atau “tidak
sama sekali". dia tidak pernah merasa bahwa dia cukup baik.
Seseorang yang perfeksionis sering kali merasa
tidak aman dan cemas akan tujuan mereka yang tidak sesuai standar. Dan sebagai
akibatnya, mereka terus-menerus hidup dalam ketakutan dan rasa malu di kalangan
publik.
Perfeksionis mempengaruhi orang-orang
dari berbagai lapisan masyarakat: karyawan, bos, seniman, pengacara, ilmuwan
dan dokter. Misalnya, seorang penulis, menghabiskan berjam-jam waktu setiap
hari di depan komputernya untuk bekerja dan melahirkan kata-kata sempurna dalam
urutan yang sempurna. Dia menyakini bahwa prosa yang indah dapat menembus
dirinya sebagai seorang seniman dan sebagai manusia. Akibatnya, ia menulis
sangat sedikit dan apabila tidak berhasil ia merasa gagal dan buruk tentang
dirinya sendiri.
Dan pula ifan seorang ilmuan yang begitu
sibuk dengan mencapai kesuksesan dan kesempurnaan. Ia tidak dapat mentolerir
ketidaksempurnaan dari hasil kreatif. Secara khususnya, ia merasa dirinya tidak
diizinkan untuk memproduksi sasuatu yang kurang sempurna atau hasil yang
seadanya. Dan tatkala tidak bisa
memberikan karya pada percobaan pertama, ia akhirnya merasa kehilangan
semangat, kalah, dan malu.
Secara alamiah, sifat dan perkembangan
seseorang dipengaruhi oleh pengalaman masa kecil, lingkungan sekitarnya dan
informasi yang didapatnya. Tak terkecuali sifat perfeksionis, dari pengalaman
masa kecil, keinginan dan perilaku setiap orangtua cenderung sangat kritis
terhadap penampilan anak-anak mereka atau hasil belajar (nilai raport) di
sekolah. Tak sedikit orangtua yang mengomentari anak-anaknya dengan kata-kata “Sayang, aku hanya ingin kau menjadi sempurna”.
Dan pula pembatasan waktu bermain anak
agar anak bisa mengikuti pelajaran tambahan di berbagai lembaga kursus: les
matematika dan bahasa asing atau pengembangan keterampilan: menyanyi, bermain
alat musik dan menari.
BBC News Online mencatat
bahwa beberapa dokter berpendapat perfeksionisme adalah suatu kondisi medis yang harus dikategorikan sebagai masalah perilaku
atau gangguan kejiwaan." Bentuk ekstrim
perfeksionis harus dianggap sebagai penyakit yang mirip dengan narsisme, dan obsessive compulsive disorder.
0 comments:
Post a Comment