Kirim Pertanyaan Anda Ke alamat Email ini: konsultasiantasari@gmail.com

Friday, October 10, 2014




Berbagai Pendekatan atau Aliran Psikologi

Ada beberapa pendekatan atau aliran dalam ranah psikologi,
Pertama, Strukturalisme, aliran ini adalah aliran pertama spikologi. Tokoh strukturalisme adalah Wilhelm Wundt, seorang psikologi Jerman yang mendirikan laboratorium psikologi pertama di tahun 1879. Pada saat itu aliran psikologi ini melihat kesadaran sebagai tersusun dari elemen-elemen struktural yang berhubungan erat dengan proses-proses pada organ-organ pancaindra.[1]
Tugas psikologi adalah menemukan elemen-elemen dasar dan berupaya menetapkan hukum-hukum yang menggabungkan elemen-elemen dasar ini. aliran strukturalisme juga disebut dengan elementalisme karna sering disebut juga ilmu kimia mental dan pandangannya yang mentalistik.[2]
Strukturalisme sebagai aliran tak luput dari perbedaan dan penentangan. Penentang aliran strukturanlisme berpendapat bahwa karakteristik paling utama dari pikiran sadar adalah proses-prosesnya bukan isinya yang pasif, menyadari atau merasakan bukan sensasi-sensasi, berpikir dan bukan pikiran-pikiran, menggambarkan dan bukan gambaran-gambaran. Intinya proses-proses di atas harus menjadi pokok utama psikologi.[3]
Terlepas dari program penelitian yang intensif dan penentangan-penentangan dengan arus yang besar, akhirnya aliran strukturalisme mengalami nasib yang sama dengan kisah dinosaurus.
Kedua, Fungsionalisme, aliran ini memfokuskan dengan mempelajari fungsi dan kegunaan jiwa. Secara lebih terperinci, fungsionalisme adalah orientasi dalam psikologi yang menekankan proses-proses mental dan bukan isi mental dan yang menghargai kebermanfaatan psikologi.[4]
Aliran fungsionalis berusaha mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana kesadaran jiwa manusia khususnya fungsi kesadaran dan penyesuaian terhadap situasi-situasi tertentu.
Perbedaan aliran ini dengan aliran lainnya seperti aliran struktural, gestal, dan psikoanalis adalah terletak pada semangat atau sikap yang menekankan penerapan dan kebermanfaatan psikologi. Para fungsionalis ingin mengetahui cara kerja pikiran dan apa saja kegunaan pikiran, bukan sekedar isi dan struktur apa yang terlibat dalam proses mental.[5]
Salah satu pemimpin fungsionalis adalah William James (1824-1910), ia adalah seorang filsuf, dokter, sekaligus psikolog Amerika. William berpendapat bahwa pencarian struktur pembangun pengalaman, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Wundt dan Titchener adalah usaha yang sia-sia dan membuang waktu. Alasannya, otak atau pikiran terus-menerus berubah. Ide-ide yang tetap atau permanen tidak muncul secara berkala sebelum adanya “cahaya yang menyoroti kesadarn” (footlight of conscinousness).[6]
Fungsionalisme tidak berusia panjang. Aliran ini kurang memiliki teori atau program penelitian yang tepat, serta kurang mampu menarik pengikut. Alhasil, penelitian tentang kesadaran dan konsep aliran ini tidak dapat bertahan lama. Meskipun demikian, penekanan para fungsionalis terhadap penyebab dan akibat perilaku telah mentukan perjalanan psikologi sebagai suatu yang ilmiah.[7]
Ketiga, Psikoanalisis, meruapakan aliran utama dalam psikologi dan memiliki teori kepribadian yang disebut teori kepribadian psikoanalisis. Dalam sejarah psikologi, aliran ini menjadi mazhab pertama dari tiga mazhab utama psikologi, seperti behaviorisme sebagai mazhab kedua dan humanistik seksistensial sebagai mazhab ketiga.[8]
Tokoh aliran ini adalah Sigmund Freud, ia juga dikenal dengan sebutan bapak psikoanalisis. Freud berupaya mengembangkan kepribadian yang ditentukan oleh adaptasi individual dan tanpa sadar terhadap kekuatan-kekuatan tersebut.
Psikoanalisis mengembangkan konsep aktivitas mental lebih luas dari pada sistem psikologi manapun. Sebagai represntasi utama dari kebergantungan aksterm pada aktivitas mental untuk menjelaskan kepribadian, psikoanalisis terpisah dari berbagai gerakan lain dalam psikologi kontemporer. Selain itu, psikoanalisis tidak lahir dari penelitian akademis, sebagaimana sistem-sistem lainnya, namum merupakan produk konsekuensi terapan praktik klinis.[9]
Keempat, Behaviorisme,  adalah satu pandangan teoritis yang beranggapan, bahwa persoalan psikologi adalah tingkah laku, tanpa mengaitkan konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran dan mentalitas.[10]
Aliran ini pada mulanya tumbuh subur di Amerika dengan tokohnya yang terkenal ekstrim, yakni John Broadus Watson. Aliran Behaviorisme menitikberatkan peranan lingkungan, peranan dunia luar sebagai faktor peting di mana seseorang dipengaruhi, seseorang belajar. Pada dasarnya, aliran ini memandang bahwa perkembangan seseorang sebagai “seorang tumbuh menjadi seperti apa yang terbentuk oleh lingkungan”.[11]
Aliran Behaviorisme menolak metode introspeksi dari aliran strukturalisme dengan sebuah keyakinan bahwa menurut para behaviorist metode introspeksi tidak dapat menghasilkan data yang objektif, karena kesadaran menurut para behaviorist adalah sesuatu yang Dubios, yaitu sesuatu yang tidak dapat diobservasi secara langsung, secara nyata.[12]
Jadi, fokus kajian dan perhatian aliran behaviorisme adalah perilaku yang tampak, hal ini karena persoalan psikologi adalah tingkah laku, tanpa mengaitkan konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran dan mentalitas.
Sebagai tokoh psikologi aliran behaviorisme,  Watson  mendefinisikan psikologi sebagi ilmu pengetahuan tentang tingkah laku. tujuan behaviorisme adalah mampu meramalkan reaksi dari satu pengenalan mengenai kondisi perangsang atau stimulus, dan sebaliknya, juga mengenali reaksi, agar bisa meramalkan kondisi perangsang yang mendahuluinya. Inti dari behaviorisme adalah memprediksi dan mengontrol perilaku.[13]
Karya Watson diawali dengan artikelnya Psychology as The Behaviorist Views it pada tahun 1913. Di dalam artikelnya tersebut Watson mengemukakan pandangan behavioristiknya yang membantah pandangan strukturalisme dan fungsionalisme tentang kesadaran. Menurut Watson (behaviorist view) yang dipelajari adalah perilaku yang dapat diamati, bukan kesadaran, karena kesadaran adalah sesuatu yang dubios
Kelima, Gestalt adalah sebuah kata Jerman yang dapat diterjemahkan sebagai bentuk, wujud atau organisasi yang mengandung arti kebulatan, keselurahan dan keparipurnaan. Psikologi gestalt pada umumnya berbicara mengenai cara bagaimana kita mengamati dunia di sekitar kita. Para psikolog gestalt percaya bahwa persensi kita ada sangkut pautnya dengan keseluruhan atau pola-pola yang terorganisasi.[14]
Gagasan pokok psikologi gestalt adalah keseluruhan yang lebih daripada penjumlahan atas bagian-bagiannya. Teori gestalt bersifat antireduksionistik. Psikologi gestalt berbeda dengan teori-teori lain yang berusaha menentukan bagaimana sesuatu itu berfungsi dengan memecahkan satuan ke dalam bagian-bagian dan kemudian memeriksa bagian-bagian tersebut. Hal itu dianggap keliru oleh psikologi gestalt.[15]
Hal yang mendasari psikologi gestalt adalah teori nativistik bahwa organisasi aktivitas mental membuat individu berinteraksi dengan lingkungan dengan cara-cara khas.[16]

DAFTAR PUSTAKA

Brennan, James F, Sejarah dan Sistem Psikologi, Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, edisi ke-6, 2006.
Chaplin,  JP, Dictionary of Phsycology, diterj.oleh  Kartini Kartono, Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta, Raja Grapindo, 2002.
Gunarsa, Singgih D, Konseling dan Psikoterapi,  Cet ke-7, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2007.
Semium, Yustinus,  Kesehatan Mental, Yogyakarta, Kanisius, 2006.
Semium, Yustinus, Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud, Yogyakarta, Kanisius, 2006.
Wade, Carole dan Carol Tavris, Psikologi, Jakarta, Erlangga, Edisi ke-9, 2007.
Walgito, Bimo, Pengantar Psikologi. Yogyakarta, Penerbit Andi, 2002.




[1] Yustinus Semium, Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 41.
[2] Ibid.,
[3] Ibid., h.42
[4] James F. Brennan, Sejarah dan Sistem Psikologi, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, edisi ke-6, 2006), h. 255
[5] Ibid., h. 255
[6] Carole Wade dan Carol Tavris, Psikologi, (Jakarta: Erlangga, Edisi ke-9, 2007), h. 19.
[7] Ibid.,
[8] Yustinus Semiun, Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud., loc, cit, h. 43.
[9] James F. Brennan, Sejarah dan Sistem Psikologi, loc. Cit., h. 313
[10] JP Chaplin, Dictionary of Phsycology, diterj.oleh  Kartono, Kartini, dg judul Kamus Lengkap Psikologi (Jakarta : Raja Grapindo, 2002), h. 54
[11] Singgih D. Gunarsa, Konseling dan Psikoterapi,  Cet ke-7, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), h. 191
[12] Bimo Walgito, Pengantar Psikologi. (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2002), h. 53
[13] JP Chaplin, Dictionary of Phsycology., loc. cit., h. 536
[14] Yustinus Semium, Kesehatan Mental, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 389
[15] Ibid.,
[16] James F. Brenann, Sejarah dan Sistem Psikologi, loc. cit., h. 294
Categories:

0 comments:

Post a Comment